Salah satu fenomena yang –menurut saya- miris pada zaman sekarang adalah, makin hilangnya pengekangan kita terhadap lisan kita. Coba kita perhatikan sejenak. Segala macam bentuk dosa lisan kerap kali kita lakukan. Entah itu ghibah, fitnah, perkataan kasar, perkataan jorok, perkataan kotor dan hina, sampai keluhan-keluhan tak jelas. Masya Allah. Menghitung dosa lisan dalam sehari saja mungkin kita sudah kewalahan, apalagi ketika dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di Yaumil Akhir nanti? Astaghfirullah… rasanya miris sekali bila mengenang segala ucapan berdosa tersebut.
Menjaga lisan, adalah sebuah amal ibadah, yang memiliki ganjaran yang amat besar. Simaklah hadits Rasulullah SAW ini: “Artinya : Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”. Lihatlah, perhatikanlah, renungkanlah. Menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya berarti lisan kita ini. Apa balasan dari menjaga lisan? Jaminan surga! Subhanallah, lihatlah saudaraku, masihkah kita ingin mengumbar perkataan buruk dari lisan kita? Masihkah kita ingin menghina saudara seiman kita? Masihkah kita ingin mengejek, ngatain saudara Muslim kita? Jikalau masih ingin, mudah-mudahan hadits ini dapat memupus keinginan kita tersebut:”Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”
Sebenarnya, ada sebuah alasan menarik di sini, mengapa lisan ini menjadi begitu penting untuk dijaga. Kita tahu, lisan akan melahirkan sesuatu bernama ‘kata’. Kumpulan kata demi kata yang diucapkan akan membentuk sebuah kalimat (hehe, semua juga udah tau kali ya?). Ya, kita semua tahu itu. Sebuah kata, memiliki kekuatan untuk mempengaruhi, baik itu menjatuhkan, ataupun menggugah semangat. Kita bisa lihat pada diri Rasulullah. Tatkala terlontar sebuah kata, ataupun kalimat kebaikan, maka serta-merta pendengarnya akan tersentuh. Kata-kata beliau singkat, namun memiliki makna yang mendalam. Kalimatnya penuh dengan kearifan, pengetahuan, dan kebijaksanaan spiritual. Kita juga dapat menilik kehebatan sebuah kata pada zaman sekarang. Lihatlah, sebuah kabar dari mulut ke mulut dapat menghancurkan reputasi para public figure negara ini.
Allah Berfirman: “…Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat…”(QS. Al-Baqarah: 83). Perintah bertutur kata yang baik ini bahkan disandingkan dengan perintah mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Berarti, sebegitu pentingnya menjaga lisan ini. Sedangkan pada era globalisasi ini, dapat kita lihat, ghibah menjadi program yang digemari. Ejekan dan caci maki menjadi komoditi utama dalam acara-acara lawakan (walaupun mungkin hanya bermaksud untuk bercanda, tetap saja hal ini dibenci oleh agama). Kata-kata hina seperti (maaf), a**ing, b****at, b*bi, t*i, g**a, g***ok, b*g*, ng****t, dll (saking banyaknya sampe cape buat nulisin, -_-) menjadi perkataan lumrah bagi masyarakat kita. Padahal, semua ucapan kita akan dicatat oleh malaikat (silakan cek QS. Qaaf: 18).
Maka, inilah pengaruh akibat kata-kata buruk tadi. Seperti dibilang di atas, ‘kata’, memiliki kekuatan tersendiri yang hebat. Akibat perkataan buruk tadi, maka lihatlah moral pemuda kita, lihatlah akhlak masyarakat kita. Begitu banyak yang berakhlak buruk –secara halus saya katakan demikian-. Tak salah bila kita menilik bangsa-bangsa besar barang sebentar. Kita lihat Yunani kuno, berjaya karena banyak melahirkan kata-kata hikmah. Begitu juga China dan Jepang. Banyak sekali terlontar kata-kata motivasi, penyemangat. Islam, agama kita, memiliki Rasulullah, sebagai sosok yang hemat dalam berbicara, namun setiap kata yang terlontar, dihafal dan dicatat oleh banyak orang, karena mengandung hikmah yang mendalam. Pada masa kejayaan Islam, ulama-ulama kita sangat menjaga adab dalam berkata ini. Mereka juga banyak menelurkan kata-kata motivasi dan hikmah. Orang-orang sukses dan besar, selalu memiliki kata-kata motivasi dan hikmah.
Inilah yang perlu kita benahi Saudaraku. Orang yang berakal adalah orang yang lisannya berada di belakang hatinya. Tiap kali ia ingin berkata, ia selalu bertanya pada hatinya,”Bermanfaatkah kata yang kuucapkan ini?”
Saudaraku, kata-kata yang bermakna sekalipun, bisa menjadi tak berarti bila tak dibarengi dengan tindakan nyata. Apalagi kata-kata rendahan dan tidak bermakna, bahkan kotor dan hina? Kata-kata saja memang tak cukup untuk membangun kembali kejayaan Islam. Perlu tindakan yang real. Namun, ‘kata’ dapat memantik kembali semangat yang padam, menggerakkan semangat untuk berjuang, dan menjatuhkan mental musuh-musuh Islam. Mari kita benahi kata-kata kita. Mari kita jaga lisan kita. Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar