Keikutsertaan sekolah Islam dalam kompetisi sains masih rendah. Padahal sekolah Islam, termasuk pesantren, memiliki potensi yang sama dengan sekolah umum atau sekolah agama non-Islam.
“Data statistik menunjukan minimnya keikutsertaan sekolah Islam dalam kompetisi sains. Sekalipun ada, hanya satu atau dua sekolah, itu pun nama-nama yang sama,” papar Hari Juliarta Priyadi, Production Manager Surya Institute, kepada republika.co.id, usai di sela-sela Islamic Science Festival di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (8/3).
Hari menjelaskan minimnya keikutsertaan sekolah Islam dan pesantren dalam kompetisi sains boleh jadi disebabkan minimnya pengembangan sains di sekolah itu sendiri. Minimnya pengembangan itu ditenggarai karena keterbatasan infrastruktur dan tenaga pengajar yang melek sains. Belum lagi metode yang digunakan masih terbatas penyampaian yang kaku dan kolot. Padahal, sains harus diperlakukan dengan cara yang luwes, komunikatif, dan aplikatif.
“Selama ini pendidikan sains memang masih dominan bersifat teoritis dan pragmatis. Sulit untuk mengatakan metode pendidikan semacam itu menjanjikan pengembangan sains,” kata dia.
Menurut dia, sekolah Islam atau pesantren perlu melakukan trobosan dalam menyajikan pendidikan sains kepada anak didik. Terobosan itu diawali dengan motivasi dan sosialisasi terhadap guru.
Djunaedi Gaffar, Content Educational Kandel Multimedia, berpendapat rendahnya keikutsertaan sekolah Islam atau pesantren disebabkan kurangnya informasi atau akses kepada kompetisi. Ia mengatakan selama ini ada kesalahpahaman bahwa kompetisi yang ada diperuntukan sekolah umum atau sekolah agama non-Islam. “Sehingga mereka cenderung ragu-ragu. Akibatnya, banyak sekolah Islam yang berpotensi tidak bisa mengikuti kompetisi,” kata dia.
Sumber: http://www.republika.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar