Selamat datang di Blog Karya Islami

Yaa Allah, Guide me all the way to Your Jannah...

Sabtu, 15 Januari 2011

MENGGAPAI BINTANG

          Pagi itu, hujan masih terus menembakkan peluru-pelurunya. Matahari pun masih takut untuk manyapa makhluk-makhluk karena petir masih menyambar-nyambar. Akupun masih tidur dengan nyenyak berbalut selimut.
          “TOK! TOK! TOK! Said, bangun! Sudah siang, nak!”, ketuk ibuku membangunkanku. Sontak akupun terbangun. Aku buru-buru melihat jam weker. Sudah jam 6! Pekikku dalam hati. Akupun langsung mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Shubuh.
            Selesai sholat, aku dinasihati oleh ibuku.
          “Sudah mau lulus SMP kok, sholat Shubuhnya masih telat, sih! Lain kali, jangan diulangi lagi, ya! Sudah, cepat siap-siap! Nanti telat sekolah!”, nasihat ibuku sambil mengelus-ngelus rambutku.
Aku hanya terdiam. Malu. Apalagi setelah tahu bahwa kedua adik kembar perempuanku yang masih kelas 5 SD, Maryam dan Aisyah, cekikikan melihat aku dinasihati oleh ibuku. Dasar! Mereka tidak tahu kalau semalam aku belajar habis-habisan untuk persiapan menghadapi ujian yang bertub-tubi. Mulai dari ujian semester, ujian nasional(UN), ujian sekolah, dan sebagainya.
            Setelah bengong beberapa lama, akupun tersadar kalau aku harus berangkat sekolah hari ini. Akupun langsung bergegas ka kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi dan membereskan buku, aku langsung menuju meja makan untuk sarapan. Di sana, sudah ada ibuku dan adik-adikku. Rupanya, mereka menungguku. Kamipun makan bersama-sama.
            Waktu menunjukkan pukul 6.45 pagi. Aku baru saja menyelesaikan sarapanku. Untungnya, bel masuk sekolahku, berdering pukul 7.30 pagi. Jadi, masih ada waktulah.
            Meskipun di luar hujan, aku bertekad untuk tetap masuk sekolah. Soalnya, rugi kalau aku ketinggalan    pelajaran dan tidak masuk PM. Maklumlah, aku agak lemah di beberapa pelajaran, terutama matematika, dari SD aku tidak terlalu mengerti matematika. Jadi, rugi ketinggalan pelajaran. Lain halnya kalau aku pintar seperti kakakku, Kak Umar, aku memilih untuk tidur saja sekarang. Untuk apa PM kalau aku sepintar kakakku!
            Ngomong-ngomong soal kakak, kapan dia pulang dari pesantren, ya?
Aku tidak melihat ayah dari tadi. Ke mana dia ya? Aku jadi tergelitik untuk menanyakannya pada ibu. Jangan-jangan, dia menjemput kakak? Kabar gembira kalau itu benar terjadi.
           “Bu, ayah ke mana, Bu? Dari tadi kok nggak kelihatan?”, tanyaku pada ibu.
          “Ayahmu sudah berangkat dari Subuh untuk menjemput Kak Umar di pesantren. Kemarin, ayahmu mendapat kabar bahwa santri kelas 1 dan kelas 2 akan dipulangkan selama satu minggu karena santri kelas 3-nya akan melaksanakan ujian pesantren.”, jelas ibu.
          “Horeee…. Kak Umar akan pulang!”, teriak Maryam senang.
Yeah! Sesuai dugaanku, Kak Umar akan pulang. Dengan begitu, aku bisa minta diajari oleh kakak seputar pelajaran di sekolah. Terbayang di benakku, sesosok orang yang begitu cerdas, jujur, baik hati, sopan, santun, sabar, ramah, bertutur kata yang lembut, pemberani, jago olahraga, dan berwajah tampan, serta diidolakan cewek-cewek di sekolah, akan mengajariku! Tapi, terkadang aku iri, bagaimana aku bisa seperti dia ya?
          “Ayo, berangkat sekolah! Sudah jam 7!”, teriak ibu menyadarkanku dari lamunanku.
          “Ini, ibu bawakan payung!”, ujar ibu lagi sambil memberikan payung kepada kami.
          “Assalamu’alaikum, Bu!”, ujar kami kepada ibu sambil mencium tangannya, setelah itu bergegas keluar gerbang dan melambaikan tangan pada ibu.
          “Wa’alaikumussalam. Hati-hati di jalan, ya!”, pesan ibuku kepada kami, yang sudah berada di kejauhan.
****
            Bel pulang sekolahkupun berbunyi. Semua anak kelas 1 dan kelas 2 SMP langsung berhamburan keluar kelas layaknya burung keluar dari sangkarnya.
            Tingallah kami, murid-murid kelas 3 SMP, di kelas masing-masing. Mau tahu kenapa? Karena kami ada jadwal PM sekarang. Jadi, pulangnya belakangan. Dan, sialnya, hari ini adalah PM Matematika. Aduuhhh… sudah pulang terlambat, otak pusing! Hah! Dasar matematika!
            Dalam 1 jam ke depan, kami disuruh mengerjakan contoh soal-soal UN. Aduuhh.. bagiku ini seperti penyiksaan. Baru lihat soalnya saja, aku sudah pusing. Apalagi mengerjakannya! Akhirnya, aku menghabiskan waktu hampir 1 jam itu hanya dengan bengong, corat-coret meja, atau apa yang bisa dikerjakan, selain mengerjakan tugas matematika.
            Namun, sepertinya aku sedang sial hari ini. Pak Burhan, guru matematikaku, memperhatikanku dan memanggilku.
           “Said!”, panggil Pak Burhan. “Kemari.”, sahutnya lagi.
Akupun berjalan menghampirinya, lalu bertanya dengan malu-malu, “A..Ada apa, Pak?”
           “Sudah selesai mengerjakan soal?”, tanyanya.
           “Be…Belum, Pak!”, jawabku.
           “Sudah mengerjakan berapa soal?”, tanyanya lagi.
           “Belum sama sekali, Pak!”, jawabku ragu-ragu.
BRAK! Meja pun menjadi korban gebrakan Pak Burhan. ”Kenapa tidak dikerjakan! Kalau tidak bisa, ‘kan bisa minta tolong temanmu. Atau, kalau kamu malu, tanya kepada saya!”, ucapnya kepadaku dengan nada tinggi.
            Akupun hanya terdiam. Tiba-tiba, bel pulang pun berdering. Tak terasa, sudah 1 jam aku berada di sini.
          “Baiklah, anak-anak! Yang sudah selesai, silakan dikumpulkan tugasnya, dan bagi yang belum selesai, dikerjakan di rumah!”, ucapnya mengakhiri PM kami hari ini.
           Akupun langsung mengambil tasku dan bergegas menjemput adik-adikku yang sudah menunggu dari tadi, lalu kamipun berjalan bersama menuju rumah.
****
           Slipi, pukul 7 malam. Sebuah sedan hitam melaju dengan kencang. Di dalam sedan itu, tampak 2 orang sedang berbincang-bincang. Rupanya, mereka adalah ayah dan Kak Umar.
“Umar, gimana, enak nggak, di pesantren?”, tanya ayahku.
“Enak banget. Guru serta teman-teman di sana baik-baik. Dan, suasana di sana sangat kondusif untuk belajar.”, ujar Kak Umar menjawab pertanyaan ayah.
“Wah, ternyata tak salah pilihan ayahmu ini untuk memasukkanmu ke pesantren. Oh,ya… jangan lupa nanti ajari adikmu belajar, ya! Karena, dalam waktu beberapa hari ke depan, dia akan menghadapi banyak sekali ujian, diantaranya Ujian Nasional.”, pesan ayah kepada Kak Umar.
“Beres, Yah!”, jawab Kak Umar menyanggupi.
“Hahaha. Itu baru anak ayah!”, ujar ayah sambil menepuk-nepuk bahu Kak Umar.
Ayahpun menambah kecepatan sedan hitam itu supaya cepat sampai ke rumah.
Sekitar 2 jam kemudian, mereka telah sampai di rumah. Mereka langsung disambut oleh kami. Aku yang menyadari hal itu langsung menghampiri kakak.
“Kak, ajari aku dong! Hari Senin besok aku ada EHB, lalu seminggu kemudian ada UN. Tolong, ya, Kak! Kalau bisa malam ini!”, pintaku.
“Ya nggak bisa, dong! Kak Umar kan baru saja sampai! Masa’ minta langsung diajarin! Lagian sudah malam!”, ujar ayah menolak permohonanku.
“Nggak apa-apa, kok, Yah! Lagian, kalau malam, jadi bisa refreshing dengan melihat pemandangan langit malam hari.”, ujar kakak membelaku.
Tanpa basa-basi lagi, kakak menyuruhku langsung ke beranda rumah kami.
“Kak, kok nggak bawa buku? Nanti belajar apaan, dong?”, tanyaku heran.
“Hari ini kita nggak belajar dulu. Ini ‘kan baru hari Kamis. Masih ada sekitar 3 hari lagi untuk kita belajar. Nah, untuk hari ini kakak hanya ingin menunjukkan sesuatu kepadamu.”, ujar Kak Umar seraya mengisyaratkan kepadaku supaya mendekat.
“Kau lihat bintang di sana kan?”, tanya kakakku. “Indah, bukan?”, lanjut kakakku lagi.
“Ya, sangat indah. Lalu, apa maksud kakak menunjukkanku sebuah bintang?”, Tanyaku polos.
Kakakku pun tersenyum dan menjawab pertanyaanku.
“Nah, kakak ingin kamu seperti bintang itu. Tinggi dan bersinar terang. Kakak berjanji akan mengajarimu semaksimal mungkin sampai kau bisa meraih sukses. Paling tidak, EHB besok”, ujar kakakku. “Dan kamu juga harus berjanji kamu akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggapainya. Maksudnya, untuk belajar dan berusaha.”, lanjut kakakku lagi.
“Bagaimana, setuju?”, tawar kakakku kepadaku.
“Setuju!”, jawabku semangat.
Setelah itu, kamipun pergi ke kamar masing-masing untuk tidur.
****
Keesokan malamnya, kakak benar-benar mengajariku belajar. Tidak hanya itu, kakak juga memberikan kunci untuk meraih sukses belajar. Yaitu :
• Niat yang kuat. Kata kakak, jika ingin sukses belajarnya, kita harus kuat dulu niatnya, supaya tidak terjerumus ke dalam lubang kemalasan.
• Berdoa. Kita berdoa kepada Allah SWT agar kita senantiasa dimudahkan dalam belajar kita.
• Bersungguh-sungguh. Seperti kata kakak bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Man Jadda Wajada”. Artinya : Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil.
• Melakukan lebih baik dari orang biasa. Misalnya, jika orang biasa belajar 1 jam, maka kita belajar paling tidak 1 jam berapa menit, terserah. Yang penting, sudah melebihi orang biasa, walaupun sedikit. Karena, ada kata-kata seperti ini, ”I’malu fauqa ma ‘amilu” Artinya : Berbuat lebih baik dari apa yang diperbuat orang lain.
• Yang terakhir, yaitu tawakkal kepada Allah SWT. Setelah melakukan itu semua, kita harus bertawakkal, supaya, kita yakin setiap hasil yang diberikan Allah adalah yang terbaik.
Hari-haripun berlalu dengan cepat. Tak disangka, ini sudah hari terakhir EHB!
EHB hari itu sudah kuselesaikan. Akupun berjalan riang menuju rumah. Namun, tiba-tiba, kulihat secarik kertas di pintu depan rumahku. Tulisannya :
Said, kami semua sedang mengantarkan Kak Umar ke rumah sakit karena kecelakaan. Jika kamu mau masuk, kuncinya ibu titipkan di tetangga sebelah.
Setelah membaca surat itu, aku bertanya dalam hati. Kakak kecelakaan? Ah, nanti saja kutanya ibu. Yang penting, aku mau masuk rumah untuk belajar. Akupun mengambil kunci dan masuk ke rumah.
****
Malam harinya, orangtua dan adik-adikku sudah pulang dengan wajah sedih. Aneh! Dan, anehnya lagi, mereka tidak beserta kakak. Begitu kutanya pada ibu,
“Kak Umar tidak tertolong, Nak.”,ujar ibu sambil menangis.
Dadaku bergemuruh. Aku tidak percaya sampai ibu memberikan secarik kertas untukku.
“Ini pesan dari kakak untukmu”, kata ibu sambil memberikan kertas itu kepadaku.
Akupun menerima kertas itu dan membacanya.
Untuk adikku Said,
Maafkan kakak karena tidak bisa menepati janji kakak. Karena, dokter bilang, kakak sedang dalam kondisi kritis. Hanya tinggal menunggu waktu saja. Tapi, kamu harus tetap memenuhi janjimu untuk terus belajar dan menjadi orang sukses. Hanya itu pesan kakak.
Kakakmu,
Umar
Air matakupun tumpah saat itu juga dan langsung menuju kamarku untuk mengurung diri. Terbayang kenangan-kenangan bersama kakakku. Aku mengurung diri selama 2 hari di kamar. Tak ada yang berani mengetuk pintu kamarku, sampai akhirnya suatu malam, ibu memberanikan diri mengetuk pintu kamarku.
“TOK! TOK! TOK! Said! Buka pintunya, Nak! Ibu ingin bicara denganmu!”, ujar ibuku.
Akupun membuka pintu kamarku. Ibu pun langsung masuk dan mengunci pintu kamarku.
“Said, ibu tahu kau begitu terpukul saat mendengar kakak meninggal. Tapi, jangan terlalu tengggelam dalam kesedihan. Itu bukan yang diharapkan kakakmu. Yang diharapkan kakakmu adalah kamu tetap belajar dan menjadi orang sukses.”, ujar ibuku lemah lembut.
Akupun tersadar setelah mendengar kata-kata ibu. Lalu, tiba-tiba, muncul semangat untuk menyaingi kakakku. Akupun jadi terpacu kembali untuk belajar.
“Terima kasih, Bu.”,ujarku sambil memeluknya erat.
****
Hari-hari ujianpun berlalu. Hari ini adalah hari di mana hasil ujian akan diumumkan. Ternyata, aku mendapat nilai UN tertinggi di sekolah! Akupun mendapat ucapan selamat dari teman-teman dan guruku. Akupun berjalan riang dan menunjukkan hasil ini kepada keluargaku. Mereka tentu sangat senang. Apalagi, jika kakak melihatnya.
Malampun tiba. Aku sudah siap tidur dan tanpa sengaja aku melihat ke jendela di sebelah kasurku dan melihat bintang-bintang. “Tenang saja, Kak! Aku akan menjadi bintang yang paling terang!”, ujarku dalam hati, lalu mematikan lampu dan tidur.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar