Selamat datang di Blog Karya Islami

Yaa Allah, Guide me all the way to Your Jannah...

Minggu, 15 Mei 2011

Luqman, Ayah Yang Inspirasional


Kalau ada sesosok ayah yang namanya terukir sebagai nama surat dalam Al-Qur'an, maka Luqman lah orangnya. Lalu kalau namanya terukir karena kualitas didikannya pada anak-anaknya, kurang apalagi bagi ayah masa kini untuk mengambil inspirasi dari gaya mendidik Luqman Al-Hakim?

Menurut Ibnu Katsir, sosok Luqman yang diceritakan adalah Luqman bin Anqa' bin Sadun. Ada sebuah keterangan yang menyebutkan bahwa Luqman adalah sosok budak Habasyah berkulit hitam. Beliau pun bukan seorang Nabi. Abdullah bin Umar Al Khattab berkata :”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa Luqman bukanlah seorang nabi, tetapi seorang hamba yang dilindungi Tuhan, banyak bertafakur dan baik keyakinannya. Ia mencintai Allah dan Allah pun mencintainya. Karena itu ia dianugerahi hikmah kebijaksanaan.” (Mutafaq ‘Alaih). Sungguh pun begitu, ia mendapat gelar "Al-Hakim" karena kebijaksanaannya. Dan Allah swt sendiri yang mengatakan bahwa Luqman telah dianugerahi hikmah. "Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"". (QS Luqman : 12)

Perhatikan petuah tentang syukur darinya. Bila Luqman adalah seorang bangsawan, wajar kalau ia senantiasa bersyukur. Tapi posisinya hanya sebagai budak, dan itu pun ia mampu memahami syukur lebih baik daripada orang yang memiliki kedudukan jauh lebih baik darinya. Keadaan seperti itu tak akan dimiliki kecuali oleh orang yang bisa menyerap hikmah pada setiap keadaan yang dirasakannya.

Cerita tentang Luqman ada pada ayat 12 sampai 19. Dibuka dengan pengenalan terhadap Luqman sebagai orang yang telah diberi hikmah. Sebagai garansi bahwa apa yang diajarkannya adalah ajaran yang luhur. Tujuh ayat petuah Luqman pada anaknya terdiri dari 3 ayat perintah (ayat 14, 17, 19) dan 3 ayat larangan (ayat 13, 15, 18). Tiga ayat pertama berbicara tentang aqidah, tiga ayat terakhir berbicara tentang ubudiyah, dakwah, dan akhlaq. Di tengah-tengahnya adalah ayat yang berpesan untuk senantiasa muroqobatullah. Ayat pertama yang bercerita tentang pengajaran Luqman pada anaknya (ayat 12), disebutkan "wa huwa ya’izhuh". Kata ya‘izh berasal dari al-wa‘zh atau al-‘izhah yang berarti mengingatkan kebaikan dengan ungkapan halus yang bisa melunakkan hati.

"Ya bunayya..." Begitu panggilan lembut Luqman pada anaknya. Sudah seharusnya seorang ayah memiliki kata-kata yang spesial buat anaknya yang mencerminkan betapa dalam kasih sang ayah kepada anak. Kata-kata yang memiliki muatan cinta dapat melunakkan hati. Sedangkan kata-kata yang terkesan menyepelekan bisa memantik api permusuhan sang anak pada orang tuanya. Sapaan "Eh... tong..." adalah panggilan yang menjauh dari ajaran kasih sayang Luqman. Bila kita tidak ingin anak kita berkata "cih.." pada kita, maka menjauhlah dari panggilan yang merendahkan si anak.

Hati yang dibuka dengan cinta, siap dijejalkan ajaran aqidah yang mendasar. Ajaran aqidah harus meresap dalam hati sang anak. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah hati yang lembut. Sedangkan hati yang keras hanya mementalkan setiap petuah yang datang. Aqidah adalah ajaran yang pertama-tama Rasulullah sampaikan pada umat manusia di awal kenabiannya. Aqidah lah tema yang Rasulullah perintahkan pada Muadz bin Jabal r.a. untuk diajarkan pada penduduk Yaman. Ibnu Abbas berkata: “Ketika Nabi SAW mengirim Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau berkata kepadanya: “Engkau akan mendatangi orang-orang dari kaum Yahudi dan Nasrani. Maka hal pertama yang harus engkau dakwahkan kepada mereka adalah bahwa mereka hanya beribadah kepada Allah saja.” (Muttafaq Alaih)

Setelah si anak memiliki pemahaman tentang aqidah, maka kesadaran muroqobatullah akan mudah dibangkitkan. Karena ia tahu bahwa wajar apabila Allah senantiasa mengawasinya. Tetapi bila sang anak tak mengenal Allah dengan baik dan kemudian sudah dikenalkan dengan muroqobatullah, mungkin ia akan berfikir "Ada urusan apa Allah mengawasi saya?" Wal'iyadzu billah.

Kesadaran akan pengawasan Allah ini lah yang bisa membuat sholatnya ihsan, tak takut untuk beramar ma'ruf nahi munkar, dan senantiasa berakhlaqul karimah di tengah manusia.

Apa yang diajarkan Luqman ini berhubungan dengan ayat lain di dalam surat yang sama. Larangan Luqman pada anaknya agar tidak menyekutukan Allah (ayat 13), bersinggungan dengan ayat ke-11. Luqman berkata bahwa orang yang menyekutukan Allah itu adalah orang yang zhalim. Secara bahasa, azh-zhulm (kezaliman) berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Syirik disebut azh-zhulm karena menempatkan Pencipta setara dengan ciptaan-Nya, menyejajarkan Zat yang berhak disembah dengan yang tidak berhak disembah, atau melakukan penyembahan kepada makhluk yang tidak berhak disembah. Dan pada ayat ke-11 Allah menantang orang-orang yang zhalim itu agar memperlihatkan apa yang telah diciptakan oleh sembahan-Nya.

Luqman melarang sang anak agar tidak mentaati orang tua apabila mengajak dan memaksa menyekutukan Allah (ayat 15). Sedangkan pada ayat 21 Allah bercerita tentang keadaan orang yang jauh dari apa yang diajarkan Luqman pada anaknya, yaitu tentang orang yang mengikuti ajaran nenek moyang mereka yang turun menurun padahal syetan menyeru mereka ke neraka melalui ajaran itu.

Cerita tentang Luqman ini mungkin hanya sedikit di singgung dalam Al-Qur'an, tetapi kita bisa mengambil pelajaran yang dalam. Kita semua bisa mengambil hikmah pelajaran dari sedikit cerita ini, mengembangkannya sesuai dengan kondisi yang masing-masing kita alami. Jadilah ayah yang hebat seperti Luqman. Kriterianya bukan lah ayah yang jagoan, ayah yang pintar masak, ayah yang ternama di masyarakat, tetapi ayah yang kata-katanya bisa membekas pada hati sang anak dan ayah yang memilih materi yang tepat untuk diajarkan pada anaknya. Allahua'lam bish-showab.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar