Selamat datang di Blog Karya Islami

Yaa Allah, Guide me all the way to Your Jannah...

Selasa, 25 Januari 2011

Kualitas Perkataan



Memang, lidah itu seperti pedang. Jika ia digunakan dengan benar, maka ia akan membawa manfaat untuk diri kita sendiri dan orang lain. Jika tidak, maka ia bisa menyakiti orang lain, merugikan diri sendiri, dll. Menurut AA Gym, dari segi kualitasnya, perkataan dibagi menjadi 4 macam. Berikut ulasannya:

Pertama, perkataan orang bijak. Kalau berbicara, seluruh struktur kata-katanya jelas dan bernilai. Setiap pembicaraan selalu sarat dengan ilmu, hikmah, dan zikir. Kalau bercerita sesuatu, selalu menjadi nilai tambah bagi yang mendengarnya. Kata-kata orang bijak ini akan selalu dinanti. Namun, biasanya orang yang bijak tidak akan terlalu mengumbar kata-kata. Bahkan, dirinya sebenarnya lebih senang mendengar orang lain berkata-kata untuk mengambil hikmah dari perkataan orang lain.

Kedua, perkataan orang biasa. Obrolannya biasanya tidak ada kerangkanya. Segala kejadian yang dilihatnya selalu diceritakan atau dikomentari. Waktu yang dia gunakan untuk berkata-kata tidak sebanding dengan nilai yang didapatkan. Selama dua jam digunakan untuk ngobrol, tetapi hampir tidak bernilai. Misalnya, dia hanya sibuk menceritakan tentang sepakbola, tentang mobil yang tabrakan, tentang gosip dan isu serta sesuatu yang tidak ada hikmahnya. Orang yang sibuk bercerita tanpa menjadi hikmah, tanpa menjadi ilmu, tanpa menjadi zikir adalah orang biasa. Orang yang membiarkan waktu berlalu dengan mubazir. Sungguh merugi orang tersebut. Na’udzubillah.

Ketiga, perkataan orang rendahan. Yaitu perkataan yang berisi keluhan, hinaan, cacian, dan makian. Orang seperti ini tidak akan pernah menerima segala sesuatu yang ada dihadapannya. Dia selalu saja mencari-cari kekurangannya. Orang seperti ini kalau berbicara selalu yang uruk-buruk saja. Diberi makanan berkomentar, “sayang makanan ini kurang hangat.” Sudah dihangatkan, “kurang garam.” Sudah dikasih garam, “coba kalu ada kecap.” Dan seterusnya tidak pernah ada yang cocok. Melihat kondisi jalanan, “ah walikota kacau, ngapain saja kerjanya?” Melihat ustadz, “ah kerjanya hanya bisa ngomong saja!.” Semua orang menjadi jelek dalam pandangan dia. Ada orang yang kalau bicara hanya tentang kejelekan saja. Perkataan, komentar, dan celetukan-celetukan yang dia katakan itu sebetulnya hanya memperlihatkan kehinaan dirinya.

Keempat, perkataan orang yang dangkal. Siapakah dia? Cirinya adalah dalam semua obrolannya dia lebih sibuk menceritakan kehebatan dirinya sendiri. “ini jasa saya, itu yang membangun saya, dia itu saya yang mengajari, itu saya yang menolongnya kalau tidak saya tolong mungkin sudah hancur.” Orang seperti ini sangat ingin dihargai oleh orang lain sehingga selalu menyebut-nyebut kebaikan yang telah dilakukannya. Orang yang kosong dari harga diri memang selalu ingin dihargai.
Abdullah Gymnastiar, Muslim Best of the Best, cetakan I 2005 hal. 19

Lindungi aku ya Allah dari perkataan yang sia-sia...

Sumber: notes FB dari Wahyu Purnamayoga

1 komentar:

  1. Maha suci Allah, yang mengajarkan kita pintar berbicara... sering kita lupa mensyukuri lisan ini.... padahal menurut beberapa sumber, menjaga lisan termasuk pedang untuk menjaga aib...

    BalasHapus