Selamat datang di Blog Karya Islami

Yaa Allah, Guide me all the way to Your Jannah...

Selasa, 15 Februari 2011

Cinta Penawar Luka



Cinta adalah misteri manusia. Tak ada pelajaran cinta. Tapi cinta menjatuhkan raja dari singgasananya, membuat sakit jiwa orang yang dirundungnya. Tapi cinta pula yang membawa orang ke istana, meninggikan ruh hamba Allah ke surga yang tertinggi.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691 H - 751 H) seorang ulama pemerhati masalah cinta, mengungkapkan makna cinta dari sisi bahasa, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai “mahabbah” مــحـبـة, mahabbah dari asal kata hubb  حــب, ada lima makna dari akar kata hubb.
  1. Ash-Shafa wa al-Bayadh الـصــفـا والـبـيـض (putih bersih) bagian gigi yang putih bersih disebut habbah al-asnan.
  2. Al-‘ulluww wa azh-Zhuhur الــعــلـو والــظــهــر (tinggi dan kelihatan). Bagian tertinggi dari air hujan yang deras disebut habbab al-Ma’i.
  3. Al-Luzum wa ats-Tsubut   الـلــزم و الــثـبـت (terus menerus dan konsisten). Unta yang menelengkup tidak bangkit-bangkit disebut habb al-Ba’ir.
  4. Lubb  لـــب(inti atau saripati sesuatu). Biji disebut habbah, karena itulah benih, asal, dan inti tanaman. Jantung hati, kekasih, orang yang tercinta disebut habbat al-Qalb.
  5. Al-Hifzh wa al-Imsak,   الــحــفــظ و الامــسـاكmenjaga dan menahan. Wadah untuk menyimpan dan menahan air agar tidak tumpah disebut hibb al-Ma’i.
Kenyataannya, dari segi bahasa, kata dasar cinta begitu bernuansa. Bagaimana makna praktis cinta?
Ada definisi-definisi cinta yang dapat kita maklumi, beberapa di antaranya adalah:
  • kecendrungan seluruh hati yang terus menerus (kepada yang dicintai),
  • pengembaraan hati karena mencari yang dicintainya, sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya,
  • menyibukan diri untuk mengenang yang dicintai dan menghinakan diri kepadanya,
  • mengutamakan yang dicintai dari pada diri dan harta sendiri, kemudian merasa pengorbanan cintanya masih kurang.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri. Makna cinta tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.
Berdasar sumber munculnya, cinta ada dua. Pertama, cinta yang bersifat fitri jibili atau bawaan naluri, yang sudah Allah swt ciptakan secara alami pada jiwa manusia. Kedua, cinta yang bersifat sababi kasbi, yakni yang muncul karena di usahakan dan dimunculkan lewat proses yang dilakukan oleh manusia yang terlingkupi cinta tersebut.
Cinta fitri jibili tak menyebabkan engkau dicela. Sebab, Allah telah menciptakannya seperti itu sebagai fitrah pada dirimu. Contohnya adalah cinta seseorang kepada makanan tertentu, anak, isteri, dan sahabat.
Adapun cinta sababi kasbi adalah cinta yang muncul karena adanya kehendek orang yang memiliki cinta tersebut. Akibatnya, Allah akan menghisab orang itu kalau gara-gara cinta itu ia berpaling dari hal-hal yang diridhai Allah.

Cinta dan Allah
Cinta kepada Allah adalah sumber segala wujud cinta sejati. Sebab, cinta kepada Allah merupakan cinta kepada sumber segala cinta, cinta kepada sumber keabadian cinta, cinta kepada Pencipta dari cinta itu sendiri. Dapat mengangkat bukan bukan saja harkat pencinta-Nya, tapi juga derajat amal perbuatan si pencinta itu sendiri.
Mencintai Allah merupakan kewajiban iman yang teragung. Ia adalah pondasi setiap amal keimanan dan penerapan ajaran agama. Semua amal keimanan dan penerapan ajaran agama berasal dari cinta yang terpuji. Sumber cinta terpuji adalah cinta Allah.
Amal yang bersumber dari selain cinta kepada Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman tidak akan menjadi amal shaleh bahkan menjadi suatu penyakit yang menimbulkan luka pada keimanannya.
Cinta penawar luka, luka-luka yang terinfeksi dengan dunia beserta isinya, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 14.

”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Saat di awal hidup kita, cinta ayah dan ibu adalah anugerah terindah bagi kita semua. Kita tidak mengenal dengan kata ”cinta” namun kita merasakannya sampai akhir hayat kita.
Saat-saat remaja dan dewasa  adalah saat mengenal cinta lain, yaitu cinta kepada lawan jenis, inipun termasuk fitrah setiap manusia. Perasaan ini tak bisa kita tolak, cinta ini termasuk cinta fitri jibili. Abu Muhammad bin Hazm berkata, ”Ada seorang laki-laki berkata kepada Amirul Mukminin, Umar bin Al-Khathab, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya saya melihat seorang wanita lalu saya sangat cinta kepadanya.” Umar berkata, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibendung.”
Cinta kepada si dia adalah wajar. Namun ia adalah pisau bermata dua. Cinta naluriah kepada lain jenis dapat menjadi ibadah jika ia dijalani sesuai dengan aturan syariat. Ia juga dapat menuai dosa jika diumbar di luar syariat.
Pernikahan adalah jalan indah menjalani cinta naluriah, sebelum engkau mampu menjalaninya tak ada jalan lain kecuali dengan menjaga hati dan pergaulan. Sebagaimana anjuran Rasulullah saw., “Aku tidak melihat sesuatu yang lebih baik bagi dua orang yang saling mencintai seperti nikah” (Riwayat Ibnu Majah).

Sumber: Faisal Ibrahim's notes

Semoga bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar